Dusun Padang yang terletak sekitar 7 km dari Kota Benteng, Kepulauan Selayar, merupakan perkampungan yang menyimpan sejuta cerita tentang keberadaan Selayar di masa silam.
Kampung Padang dikenal sebagai pintu masuknya budaya Tionghoa di Kepulauan Selayar. Data dari dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Selayar menyebutkan, Kampung Padang adalah daerah yang menjadi tempat pedagang dan saudagar asal Negeri Tirai Bambu berlabuh pada zaman dahulu.
Beberapa diantara para saudagar asal China, memilih bermukim di daerah itu dan tidak lagi kembali ke negaranya. Tidak salah jika di kampung itu, hidup etnis pribumi dan tioghoa secara berdampingan. Pun Agama mereka berbeda – beda, ada yang memeluk agama Islam, Konghucu, dan Kristen.
Pada perkembangannya kemudian, telah terjadi perkawinan antar etnis dan antar agama. Sehingga didaerah itu terbentuk budaya dan karakter kehidupan sosial yang khas. Bukti sahi dari semua itu, dapat kita temukan dari keberadaan peninggalan sejarah berupa jangkar dan meriam raksasa peninggalan saudagar China, yang masih tersimpan di Dusun Padang hingga kini.
Lokasi Kampung Padang sebagai tempat persinggahan dalam pelayaran di masa lalu, dimungkinkan oleh letak daerah tersebut yang terhalang oleh keberadaan Pulau Pasi Gusung. Kondisi yang membuat kondisi perairan di sekitarnya, tetap stabil sepanjang tahun. Tak terpengaruh oleh musim barat yang selalu disertai angin kencang dan ombak berukuran sampai 3 meter.
Hingga kini, tradisi dan budaya tionghoa masih kental mewarnai keseharian masyarakat kampung Padang. Mulai dari pola interaksi antara warga, seremoni budaya dan agama, sampai pada bahasa sehari-hari yang masih mengandung dialek Tionghoa.
Kampung Padang dapat juga dikatakan sebagai representasi Kepulauan Selayar. Hampir semua mata pencaharian penduduk Selayar, ditemukan di kampung yang diyakini sebagai tanah tumbuh itu. Ada yang menjadi petani kebun, petani tambak, nelayan, dan pedagang. Aktivitas pembuatan perahu nelayan juga ditemui di Kampung Padang.
Tertarik mengunjungi kampung ini ? Anda bisa menggunakan kendaraan roda dua atau roda empat, dengan waktu tempuh 20 sampai 30 menit saja. Disarankan untuk bertandang di pagi hari, saat dimana aktivitas warga, terutama nelayan, sedang ramai – ramainya.