“Njoro” adakah Bahasa Selayar, dalam Bahasa Indonesia dinamakan “Kelapa”.
Pada zaman dahulu kala di sebuah kampung hidup seorang laki-laki tua bernama Injaro bersama dengan seorang anak laki-lakinya. Mata pencariannya adalah bertani dengan hasil yang jauh dari cukup untuk mereka berdua. Istrinya telah lama meninggal sejak anak mereka masih kecil dan sejak saat itu ia mengasuh anaknya sehingga dewasa.
Petani itu bertindak sebagai seorang ayah sekaligus seorang ibu bagi anaknya. Ditanamkannya kepada anaknya kejujuran, kesiplinan serta ketakwaan terhadap Tuhan yang maha esa dalam menhadapi hidup.
Ajaran ayahnya itu yang melekat dan terbawa dalam tingkah dan perilaku kehidupan sehari-hari hingga dewasa. Hari berganti hari, bulan berganti bulan tanpa terasa sang ayah sudah semakin tua dan mulai sakit-sakitan.
Pada suatu hari, sang ayah berpesan kepada anaknya agar kelak bila ia meninggal dunia agar dikuburkan di dekat pondok yang di tinggalinya selama bertahun-tahun. Tak lama setelah berpesan, berpulanglah sang ayah kehadirat Tuhan sang pencipta dengan meninggalkan seorang anaknya sebatang kara. Sesuai dengan pesan, maka jenazahnya dikuburkan di samping pondok tempat tinggalnya juga agar sang anak bisa setiap saat menjenguk di pusaranya untuk sekedar mengobati kerinduan.
Setelah ayahnya meninggal, tinggallah ia sendirian melanjutkan usaha ayah bertani.
Setiap harinya setelah melakukan tugas-tugasnya bertani, ia pergi menjenguk pusara ayahnya untuk membersikannya dari rumput-rumput yang tumbuh dan juga untuk mengadukan nasib dan kemalangannya yang menjalani seorang diri.
Tidak terasa telah 3 tahun setelah ayahnya meninggal dan 3 tahun pula ia dengan rajin membersihkan kuburan ayahnya. Hingga suatu hari, dilihatnya sesuatu yang aneh pada kuburan ayahmya. Tepat di tengah kuburan ayahnya, tumbuh tunas pohon yang tidak dikenali. Semakin hari tunas tersebut semakin meninggi dan akhirnya berbuah yang pada mulanya menyerupai atau sebesar buah kenari.
Suatu hari seorang panggeran bersama dengan beberapa pengawalnya dan beberapa seekor anjing mengadakan perburuan di sekitar tempat itu.
Setelah tiba di tempat tersebut pangeran terperanjat melihat pohon itu menurutnya sangat tinggi dan belum pernah ia melihat pohon ssetinggi itu. Dengan perasaan takjub bercampur ingin tahu dan heran, ditanyakanlah kepada anak petani tadi tentang pohon tersebut. Pertanyaan dari pangeran tak satupun terjawab karna anak itu pun tak tahu menahu tentang pohon tersebut. Yang diketahuinya hanyalah bahwa pohon tersebut bermula dari tunas yang tumbuh di pusara ayahnya.
Setelah pengeran dan rombongan merasa segar kembali, mereka melanjutkan perburuan dengan perasaan bahwa mereka akan kembali lagi untuk mencoba buah pohon tersebut.
Setiba di rumah petani, disuruhnya seorang pengawal untuk memetik buahnya dengan memanjatnya.
Setelah buahnya didapat, dibelah dua dan dicobakan pada binatang bawaannya karena takut buah tersebut mengandung racun. Dan ternyata buah tersebut tidak mengandung racun. Pangeran bersama para pengawalnya pun mencoba buah tersebut dan ternyata sangat nikmat dan airnya pun sangat cocok untuk melepas di dahaga dikala haus.
Akhirnya, buah tersebut terkenal dengan nama Njoro, diambil dari nama almarhum ayahnya untuk mengenangnya sebagai tempat atau asal mula tumbuhnya.
Dengan buah itu pun akhirnya ia dapat meningkatkan taraf hidupnya dan dengan buah itu pulalah hingga Ia dapat mempersunting adik dari pengeran yang telah manjadi sahabatnya dan hidup berbahagia akhir hayat.
Sumber Text : Kumpulan Cerita Rakyat Selayar (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kepulauan Selayar) Tahun 2015
Sumber Foto : Nur Fitriana Said