Usulan Kepulauan Selayar menjadi salah satu Kawasan Ekonomi Khusus ( KEK ) Pariwsata terus ditindaklanjuti oleh Pemerinta Daerah, khususnya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata sebagai leading sector kepariwisataan di Bumi Tanadoang, julukan Kepulauan Selayar. Terpenuhinya unsur Atraksi selain Aksesibilitas dan Amenitas, pada pengusulan KEK Pariwisata, disikapi dengan memperkaya objek wisata yang bisa menjadi destinasi bagi wisatawan yang berkunjung ke daerah kepulauan tersebut. Salah satunya dengan menggiatkan kembali ritual berbasis kearifan lokal. Di Selayar terdapat beberapa ritual adat yang secara turun temurun dilakoni oleh penduduk dibeberapa wilayah. Beberapa ritual adat tersebut seperti A Jala Ombong, A Tuana Toriere dan Event Tolak Bala Tahunan A Dinging – dinging.
A Jala Ombong
Ajala Ombong adalah tradisi masyarakat Kecamatan Bontosikuyu yang menjadi simbol kegembiraan dan rasa syukur atas nikmat rezeki dari sang pencipta, terutama hasil laut dan perikanan. A Jala Ombong secara harafiah artinya menjala ikan secara beramai – ramai.
Pada saat acara seluruh peserta yang terdiri dari warga setempat mulai anak – anak hingga orang dewasa membawa alat tangkap masing – masing untuk kemudian beramai – ramai menangkap ikan yang terdapat pada perairan dangkal di pesisir pantai. Acara dimulai ketika air laut pasang dan diakhiri ketika surut.
Acara diawali dengan ritual pembacaan doa dan mantra yang dipimpin tetua kampung. Ada juga sajian makanan khas yang menjadi pelengkap ritual adat yang digelar di Pantai Sangkulu – Kulu, Desa Harapan, Kecamatan Bontosikuyu, sekitar 25 km arah selatan kota Benteng, Ibukota Kepulauan Selayar itu.
Bupati Kepulauan Selayar, Muh. Basli Ali, berkomitmen melestarikan acara ini sebagai salah satu peninggalan tradisi yang mengandung nilai – nilai moral yang luhur,”kita akan dukung acara ini berlangsung setiap tahun,” ucapnya saat menghadiri acara.
A Tuana Toriere
Ritual “Attoana Turiere” atau menjamu penghuni air, secara berkala digelar di Kampung Tulang, Desa Barugaiya, Kepulauan Selayar. Acara tersebut merupakan upacara penduduk kampung Tulang untuk “berinteraksi” dengan “penghuni air” yang diyakini menjaga laut dan perairan di sekitar kampung yang berjarak 11 km sebelah utara Kota Benteng, Kepulauan Selayar itu.
Upacara adat tersebut dilakukan dengan membawa sajian makanan aneka rupa dari salah satu rumah penduduk ke pantai di Kampung Tulang lalu dihanyutkan ke laut dengan doa dan ritual tertentu. Arak – arakan penduduk kampung yang terdiri dari anak – anak dan tetua kampung, diiringi dengan tabuhan rebana dan puik – puik ( alat musik tipup khas Kepulauan Selayar ) dengan dipimpin oleh salah satu pemangku adat.
Berbagai macam sajian yang menjadi pelengkap ritual dihanyutkan bersama rakit yang buat khusus untuk acara itu. Pembacaan mantara menjadi warna sepanjang prosesi Atuana Torieee. Secara umum acara ini menjadi simbol harmoni antara manusia dengan penghuni alam lainnya, termasuk makhluk lain yang menghuni perairan baik itu sungai maupun laut sebagai sesama ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
Ritual A Dinging – Dinging
A’dinging-dinging adalah ritual tahunan yang juga sebagai perayaan hari ulang tahun kampung di Dusun Tenro, Desa Bontolempangan, Kecamatan Buki, Kepulauan Selayar. Waktu pelaksanaan acara dilaukan berdasarkan peritungan tahun hijiriyah, yakni pada hari Senin terakhir di bulan Muharram.
Pelaksanaannya diawali dengan ritual Songkabala (tolak bala), terdapat pula prosesi ziarah ke makam leluhur yang oleh penduduk setempat disebut Anrajo-rajo, biasanya dilakukan pada sore hari. Adapun Prosesi lainnya adalah pengambilan air suci yang dilaksanakan di hari ahad sebelum dilaksanakan proses anrajo-rajo. Proses pengambilan air suci dilakukan oleh 7 orang perempuan dengan menggunakan kendi yang oleh penduduk Selayar di sebut bengki, berjalan kaki dari rumah ke tempat pengambilan air diiringi tabuhan gendang oleh 2 orang anak.
Setelah semua kendi terisi dengan air suci, mereka berjalan kaki kembali ke rumah dimana air suci tersebut akan disimpan. Pada saat perjalanan kembali dengan membawa air suci, tidak diperbolehkan berbicara sepatah kata pun, baik yang membawa air suci maupun yang menabuh gendang.
Pada puncak acara A Dinging – dinging di hari Senin terakhir di bulan Muharram, semua yang hadir siram menyiram sebagai tanda gembira. Uniknya meskipun cerah, namun setelah proses A’dinging-dinging biasanya di tempat tersebut selalu turun hujan walaupun tidak deras.
Pada puncak acara, diwarnai juga dengan acara makan bersama sebagai bentuk kegembiraan para penduduk kampung atas nikmat dari sang maha pencipta. Kampung Tenro terletak sekitar 20 km sebelah selatan Benteng, Ibukota Kepulauan Selayar dan dapat ditempuh dengan perjalanan sekitar 30 menit.